BI Institute • Modul II
Teknologi 4.0 adalah sebuah terminologi yang diasosiasikan dengan istilah industri 4.0 (Industry 4.0), yang diperkenalkan oleh pemerintah Jerman (Kagermann et al., 2013). Industri 4.0 merupakan sebuah pendekatan untuk mengintegrasikan proses bisnis dan manufaktur, termasuk semua pelaku industri (konsumen dan produsen) yang terlibat dalam mata rantai industri terkait. Secara teknis, kebutuhan ini dipenuhi melalui berbagai gabungan konsep Cyber-Physical Systems (CPS) dan Internet of Things (IoT) untuk kebutuhan sistem produksi dari industri terkait. Harapannya dengan konsep tersebut maka kebutuhan untuk mengumpulkan dan pertukaran informasi untuk menemukan, memantau dan mengoptimisasi proses produksi dapat tercapai.
Konsep Industri 4.0 yang kemudian diperkenalkan pada akhir tahun 2012 di Amerika Serikat, Industri 4.0 diperluas untuk mencakup berbagai industri lainnya termasuk Pembangkit listrik dan distribusi, Kesehatan, Sektor public, Transportasi dan Pertambangan (Lin and others, 2015). Inisiatif tersebut juga diikuti oleh pemerintah Tiongkok, dibawah Kementerian Industri dan Teknologi Informasi, dalam rangka meningkatkan industri negara tersebut disesuaikan dengan kebutuhan negaranya. Adapun target pemerintah Tiongkok menargetkan untuk melakukan reformasi industri negaranya dari fokus dari produk berbasis biaya rendah ke produk berkwalitas tinggi untuk menyaingi negara Jerman dan Jepang (Shubin and Zhi, 2018).
Di Indonesia, presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam pidatonya dengan judul “Making Indonesia 4.0” untuk meluncurkan Industri 4.0, dengan target pada tahun 2030 mencapai top 10 ekonomi global dengan peningkatan angka ekspor sebesar 10% dari PDB dan peningkatan produktivitas dengan adopsi teknologi dan inovasi (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2018). Dalam perspektif Indonesia, ada 5 sektor industri yang menjadi perhatian khusus dari pemerintah yaitu: Makanan & Minuman, Tekstil & Pakaian, Otomotif, Elektronik, dan Kimia. Kelima sektor industri ini memberikan kontribusi 60% dari Produk Domestik Brutto (PDB) nasional (Kementerian Perindustrian RI, 2018a).
Pada era industri 1.0, produksi manufaktur bergantung penuh pada penggunaan tenaga uap dan mekanisasi dalam prosesnya. Pada era industri 2.0 produksi masal dengan model lini asembli menjadi standar dan penggunaan listrik untuk menghasilkan efisiensi produksi yang lebih baik. Pada evolusi selanjutnya, industri 3.0 maka otomisasi menggunakan komputer dan robot dalam produksi menjadi standar praktis. Pada era Industri 4.0, istilah Pabrik Pintar (Smart factory) menjadi istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan sistem yang berjalan tanpa intervensi manusia termasuk penggunaan Internet of Things (IoT) dan Machine Learning dalam prosesnya
Belum ada komentar